Jumat, 30 Agustus 2013

Masa Depan Tanpa 'Sensasi' Sentuhan?


photo: colourbox.com

Mantan co-CEO Research in Motion, Jim Balsillie, mengaku terkejut saat pertama kali mengetahui tentang iPhone, yang diluncurkan Apple pada 2007 silam. Sebagai sebuah smartphone, iPhone begitu berbeda dengan smartphone besutan RIM, BlackBerry.

Saat itu, iPhone menyajikan teknologi layar sentuh di bidang berukuran 3,5 inci. Balsillie kaget, sebab Apple seperti tak tertarik untuk mengikuti tren keypad Qwerty ala BlackBerry. Wajar, sebab dengan keypad Qwerty BlackBerry berhasil menjadi smartphone yang begitu bermanfaat untuk kepentingan bisnis.

"Ini benar-benar menyajikan tantangan sejati kepada penggunanya. Mencoba untuk mengetik di layar sentuh Apple iPhone, itu adalah tantangan. Anda tak bisa melihat (dan merasakan) apa yang Anda ketik," ucap Balsillie, seperti dilansir dari The Guardian.

Sebenarnya, layar sentuh bukanlah teknologi yang diperkenalkan iPhone. Sebelumnya, teknologi ini sudah digunakan di sejumlah Personal Digital Assistant (PDA), meskipun masih menggunakan bantuan stylus.

Tapi kini teknologi layar sentuh menjadi tren yang malah menggusur keypad Qwerty ala BlackBerry. Apalagi sejak kemunculan sistem operasi Android besutan Google, layar sentuh semakin populer digunakan. Bahkan pandangan awam menyebut smartphone itu identik dengan touchscreen.

Tentu menarik melihat respon Balsillie. Saat orang-orang terbiasa untuk mengetik di tuts keypad yang bisa dirasakan secara fisik, tiba-tiba tren keypad virtual menggantikan keypad fisik.

Virtual. Teknologi ini sepertinya dipengaruhi dan telah sejak lama muncul dalam berbagai fiksi ilmiah. Coba saja lihat serial "Star Trek" dan fiksi ilmiah populer lain, betapa sering ilustrasi mengenai penggunaan teknologi virtual dilakukan. Konsep dasarnya adalah menghadirkan sesuatu yang tampak nyata, walau pada realitanya yang dihasilkan merupakan simulasi dari kehadiran fisik.

Menurut saya, layar sentuh seperti menjadi penanda bangkitnya teknologi virtual. Jika saat ini baru umum digunakan di smartphone, dalam beberapa tahun mendatang sangat mungkin virtual keyboard akan hadir di komputer masa depan. Jadi kita pun harus siap-siap kehilangan bunyi tak-tik-tuk yang terdengar saat menekan keyboard di komputer atau laptop, apalagi mesin ketik.

Padahal, bagi setiap penulis, bunyi tak-tik-tuk itu seperti manifestasi yang mengakhiri kebuntuan ide atau writer's block. Di kantor, bunyi tak-tik-tuk pun seperti menjadi sebuah tanda berlangsungnya jam kerja. Jika jam kerja usai, maka suara tak-tik-tuk itu pun akan menghilang perlahan.

Mungkin, efek teknologi virtual itu pun merambat ke bidang lain, termasuk seks. Tiba-tiba saya ingat sebuah adegan di film "Demolition Man", saat karakter yang dibintangi Sylvester Stallone dan Sandra Bullock harus menjalankan hubungan seks secara virtual. Bayangkan, seks tanpa sentuhan!

Ucapan Balsillie menanggapi iPhone itu mungkin awalnya terdengar seperti meremehkan kehadiran iPhone. Sebab, iPhone bukan saja harus bersaing dengan BlackBerry sebagai produk, tapi juga kebiasaan mengetik di keypad Qwerty.

Tapi Balsillie memang benar, adalah sebuah tantangan untuk membiasakan diri terhadap suatu produk virtual, seperti mengetik di keypad yang virtual ala iPhone. Tapi bagaimana jika akhirnya manusia, terutama di masa depan, terbiasa dengan produk dan aktivitas virtual lain. Bagaimana jika manusia akan terbiasa melakukan aktivitas tanpa sentuhan.

Lebih tepatnya mungkin 'sensasi' sentuhan, sebab aktivitas ini juga bisa dirasakan 'sensasinya' oleh indera lain, seperti pendengaran atau penglihatan. Misalnya, ya itu tadi, sensasi suara yang dihasilkan keyboard fisik, bahkan mesin tik.

Bisakah kita membayangkan masa depan tanpa sensasi sentuhan?

Bayu Galih | Stanchart Lt 31, 5 Oktober 2012

Tidak ada komentar:

Posting Komentar